![]() | |
| Foto tarian Rantak Kudo pada Festival budaya Sungaipenuh (foto Miko) |
Tarian
Kesenian Khas Budaya Asli Masyarakat Hamparan Rawang
Keberadaan
seni tari Kota Sungaipenuh ini terus di jaga secara turun-temurun oleh seniman
budaya Kota Sungaipenuh lokal dari generasi ke generasi. Tari Rentak Kudo
(Rentak Kuda) adalah tari tradisional kerakyatan dari daerah Kerinci, Khususnya
Kota Sungaipenuh tepatnya berasal dari daerah Hamparan Rawang sejak tahun 1970.
MIKO
ADRI - Sungai Penuh
SUNGAIPENUH-
Tarian ini dikenal sebagai
"Tari Rentak Kudo" karena gerakannya yang menghentak-hentak seperti
kuda. Dulunya tarian ini dipersembahkan untuk merayakan hasil panen pertanian
di daerah Kerinci yang secara umum adalah beras (padi) dan dilangsungkan berhari-hari
tanpa henti. Kadang bila dilanda musim kemarau yang panjang, masyarakat Kerinci
juga akan mementaskan kesenian ini untuk berdoa kepada Yang Maha Kuasa (menurut
kepercayaan mereka masing-masing).
Tingginya
penghormatan terhadap perayaan seni dan budaya KERINCI ini pada zaman dahulu
sangat kuat sehingga dipercaya bahwa dalam setiap pementasan seni budaya ini
getaran dan hentakan tari Rantak Kudo bisa terasa hingga jarak yang sangat jauh
dari lokasi pementasan.
“Dulunya
tari ini bertujuan untuk melestarikan pertanian dan kemakmuran masyarakat,
untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci baik dalam musim subur maupun
dalam musim kemarau untuk memohon berkah hujan,” Ujar Yefrizon
salah seorang Seniman muda asal Hamparan Rawang yang juga menjabat Kabid Kebudayaan
Disporabudpar Kota Sungaipenuh.
Yefrizon juga mengaku bahwa meskipun telah ada banyak tulisan yang menuliskan tentang asal-usul
Tari Rantak Kudo, belum ditemukan sumber yang benar-benar menjelaskan asal-usul
seni budaya ini. Namun hal ini diperkirakan karena sejarah Tari Rantak Kudo ini
diperkirakan telah ada sejak lama sekali di daerah Kerinci yang kini telah
terbagi menjadi dua wilayah pemerintahan, yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota
Sungaipenuh.
Menurut
seniman-seniman senior (tua), kesenian ini telah dipelajari dan di laksanakan
jauh sebelum mereka lahir. Rentak Kudo (Rentak Kuda) adalah tari tradisional
kerakyatan dari daerah Kerinci, Khususnya Kota Sungaipenuh yang berasal dari daerah Kecamatan Hamparan Rawang sejak tahun 1970. Namun asal-usulnya kini malah sengaja
dikaburkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Diduga hal itu bisa terjadi
dikarenakan seiring perjalanan waktu dan
kurangnya perhatian dari sejarawan setempat.
Keberadaan
seni tari khas
Sungaipenuh-Kerinci ini terus di jaga secara
turun-temurun oleh seniman budaya Kerinci lokal dari generasi ke generasi. Seni
budaya ini sangat identik sekali dengan bahasa dan gaya bahasa asli masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang,
dalam menembangkanya nyayian untuk mengiring kesenian dan tarian rentak Kudo
Biduan bisa mengambil lirik dari pantun yang berbahasa khas Rawang yang digunakan dalam mendendangkan lagu yang
mengiringi gerakan tarian yang biasa disebut pengasuh.
Dulunya Tari
Rantak Kudo dimainkan hanya diiringi alat musik gendang dan di
iringi oleh nyayian yang berisi pantun-pantun oleh pengasuh. Namun seiring perkembangan zaman, saat ini tarian ini malah kian sering
ditampilkan dengan diiringi Organ tunggal, bahkan lirik yang mengiringi
pantunpun kian banyak dan berkembang.
Para
penari terdiri dari pria dan wanita yang menari dengan gerakan yang khas, yaitu
kombinasi dari gerakan silat "langkah tigo" (Langkah Tiga") dan
tari. Biasanya tarian ini juga dipentaskan dengan pembakaran kemenyan
tradisional upacara ritual yang membuat penari semakin khidmat dalam geraknya,
bahkan kadang-kadang ada di antara penari yang mengalami kesurupan.
Saat ini, tidak hanya biasa
dipentaskan dalam acara-acara adat dan acara resepsi pernikahan adat diwilayah Kota
Sungaipenuh dan Kabupaten Kerinci. Bahkan tarian
ini sudah kian sering digelar di Luar sumatra dan tidak jarang tarian ini
dipentaskan di kegiatan yang berlabel nasional.maupun diSalah satu lirik lagu di dalam pantun yang bersahut-sahutan
adalah : "Tigeo dili, empoak tanoh rawoa. Tigeo mudik, empoak tanoh
rawoa" (Bahasa Indonesia: "Tiga di Hilir, Empat dengan Tanah Rawang.
Tiga di Mudik, Empat dengan Tanah Rawang").
Lirik
tersebut menceritakan sebuah kisah pada zaman nenek moyang suku Kerinci dahulu
kala, di kala pemerintahan para Depati (Adipati), Tanah Hamparan Rawang
merupakan pusat pemerintahan, pusat kota dan kebudayaan di kala itu, yaitu
dalam lingkup Depati 8 helai kain yang berpusat di Hiang (Depati Atur Bumi)
dimana Tanah Hamparan Rawang merupakan tempat duduk bersama (pertemuan penting
dalam adat Kerinci)**


Posting Komentar